Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menjelajahi Dampak Ekonomi Pertanian Tembakau terhadap Masyarakat Lokal


Persepsi masyarakat bahwa tanaman tembakau membawa keberuntungan bagi petani karena harga daun tembakau tinggi dihargai oleh pabrik rokok dan dianggap "emas hijau" yang memperbaiki kesejahteraan petani. Pemerintah Indonesia tidak meratifikasi FCTC dengan alasan takut dampak negatif pengendalian tembakau terhadap tenaga kerja industri rokok dan pertanian. Namun, apakah persepsi dan mitos tersebut benar?

Data menunjukkan bahwa luas lahan untuk tanaman tembakau sangat kecil dibandingkan dengan seluruh lahan pertanian semusim. Data Departemen Pertanian RI dan FAO tahun 1961 menunjukkan luas lahan tembakau hanya 1.2% dari luas lahan tanaman semusim (224 ribu ha vs 18 juta ha). Pada tahun 2005, luas lahan tembakau turun menjadi 0.86% dari luas lahan tanaman semusim (198 ribu ha vs 23 juta ha).

Luas lahan tembakau di Indonesia terpusat di tiga provinsi, yaitu Jawa Timur (108 ribu ha, 55% total), Jawa Tengah (44 ribu ha, 22%), dan NTB (24 ribu ha, 12%). 90% lahan tembakau berada di provinsi-provinsi ini yang juga merupakan lokasi industri rokok terbanyak. Sentra tanaman tembakau di Jawa Timur berada di kabupaten Pamekasan, Bojonegoro, dan Probolinggo, sedangkan di Jawa Tengah di Temanggung, Klaten, dan Kendal.

Studi yang dilakukan oleh LD-FEUI dan TCSC/IAKMI di tiga wilayah penghasilan utama tembakau menunjukkan bahwa kondisi petani tembakau tidak sebaik persepsi masyarakat. Studi ini dilakukan pada Juli-September 2008 di Kab. Kendal, Jawa Tengah, Kab. Bojonegoro, Jawa Timur, dan NTB (Kab. Lombok Timur) dengan responden 451 buruh tani dan 66 petani.

Melihat Dampak Kondisi Sosial Ekonomi terhadap Petani Tembakau

Kondisi rumah petani dan buruh tani tembakau: 42% petani pengelola tinggal di rumah lantai tanah, 44% lantai semen dan 8% lantai keramik. 58% buruh tani tinggal di rumah lantai tanah, 35% lantai semen, dan 4% lantai keramik. Pendidikan petani (64%) dan buruh tani (69%) rendah (SD ke bawah). Buruh tani berpengalaman sebagai petani, tapi upah hanya 47% dari rata-rata nasional dan lebih rendah dari UMK di daerah masing-masing. 8% buruh tani bisa menabung. Upah buruh perempuan lebih rendah dari laki-laki. Buruh anak biasa terlibat di pertanian dan upah rata-rata hanya sepertiga dari buruh dewasa. Petani tembakau rata-rata memperoleh keuntungan sekitar Rp 1 juta per 4 bulan, meski ada risiko usaha.

Maka dapat disimpulkan bahwa kondisi petani dan buruh tani tembakau di daerah penelitian sangat memprihatinkan. Mayoritas dari mereka tinggal di rumah dengan lantai tanah dan berpendidikan rendah. Upah buruh tani juga sangat rendah dan hanya separo dari upah rata-rata nasional. Upah buruh perempuan juga lebih rendah daripada buruh laki-laki meskipun beban kerjanya tidak jauh berbeda. Keterlibatan buruh anak dalam pertanian tembakau juga menjadi masalah, dengan upah yang jauh lebih rendah dari rata-rata buruh tani dewasa. Petani tembakau hanya memperoleh keuntungan yang relatif kecil meskipun menanggung risiko yang besar dalam usaha pertanian mereka.

Situasi ini menunjukkan betapa sulitnya bagi petani dan buruh tani tembakau untuk memperoleh pendapatan yang layak dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tingkat pendidikan yang rendah dan upah yang rendah membuat mereka sulit untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik.

Alih tugas dari petani dan buruh tani tembakau ke sektor ekonomi lain juga sangat sulit karena keterbatasan sumber daya dan pendidikan yang rendah. Solusi yang dibutuhkan adalah peningkatan pendidikan, kesempatan kerja, dan upah yang layak serta peningkatan akses informasi dan teknologi bagi petani dan buruh tani.

Perlu adanya upaya pemerintah dan lembaga swasta untuk membantu memperbaiki kondisi hidup dan ekonomi petani dan buruh tani tembakau, sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik. Salah satu caranya dengan memberikan bantuan dan pelatihan agribisnis, akses ke pasar dan informasi harga, serta peluang untuk memperoleh pendapatan alternatif.

Tantangan Ekonomi dan Iklim yang Dihadapi Petani Tembakau

Petani dan buruh tani tembakau menghadapi 5 jenis risiko utama, yaitu: perubahan cuaca, perubahan harga, hama tanaman, turunnya pembelian, dan modal usaha besar. Perubahan cuaca mempengaruhi kualitas daun tembakau. Harga ditentukan oleh grader perusahaan rokok dan berkaitan dengan kualitas daun. Tanaman tembakau rentan terhadap hama dan harus dirawat secara intensif. Pembelian daun tembakau bisa turun saat persediaan masih banyak. Menanam tembakau memerlukan modal besar, seringkali didapat dari hutang.

Pengeluaran perilaku merokok

Penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 7 dari 10 buruh tani laki-laki merokok dan 3% buruh tani perempuan juga merokok. Rokok merupakan "kebutuhan" sehari-hari selain makanan dan kopi bagi buruh tani di pedesaan.

Pengeluaran buruh tani untuk rokok rata-rata sebesar Rp 3.545 per hari atau Rp 106.350 per bulan, yang setara dengan 26% penghasilan buruh tani tembakau per bulan. Tragisnya, buruh  juga sudah mulai merokok, dengan 17% dari responden buruh anak yang diwawancarai merokok. Rata-rata pengeluaran mereka untuk rokok adalah Rp 4.942 per hari atau Rp 148.260 per bulan, yang setara dengan 89% dari penghasilan mereka.

Pengaruh Diversifikasi Usaha Tembakau Terhadap Masyarakat Lokal

Persepsi pengalihan usaha adalah pandangan dan sikap seseorang terhadap pemindahan arah atau bidang usaha. Dalam hal ini, persepsi pengalihan usaha bagi petani tembakau tampaknya tidak selalu positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65% responden buruh tani tembakau ingin mencari pekerjaan lain, meskipun prospek usaha tanaman tembakau dianggap lebih baik oleh 1 dari 2 petani pengelola. Banyak petani pengelola juga ingin beralih ke usaha lain apabila ada alternatif yang lebih menguntungkan atau setidaknya sama menguntungkan.

Salah satu alasan petani tetap mempertahankan usaha tanaman tembakau adalah karena keterbatasan pilihan, terutama ketidaktersediaan air pada musim kemarau. Oleh karena itu, kunci untuk membantu petani beralih ke tanaman lain adalah dengan menyediakan sistem irigasi teknis yang menjamin ketersediaan air. Jika air tersedia dengan cukup, banyak alternatif tanaman yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan tembakau, sehingga petani akan tertarik untuk beralih ke tanaman lain. Pemerintah seharusnya melakukan program bantuan, baik teknis maupun non teknis, untuk membantu petani tembakau beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan.

sumberLembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD-FEUI)  




Posting Komentar untuk "Menjelajahi Dampak Ekonomi Pertanian Tembakau terhadap Masyarakat Lokal"